Sabtu, 17 November 2012

“Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya; beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok.”





DUNIAmu atau AKHIRATmu








“Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya;


beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok.”


(KATA MUTIARA)


Apa maksud dari kata mutiara di atas ini?


Begini. Seandainya atasan Anda di kantor memberi Anda 2 tugas: tugas A dan tugas B. Tugas A dikumpulkan setahun lagi, sedangkan tugas B dikumpulkan besok. Kira-kira apa yang akan Anda lakukan?


Jelas. Anda tentu akan fokus, serius, dan konsentrasi penuh mengerjakan tugas B. Adapun tugas A akan Anda kerjakan santai saja. Sebab ngumpulinnya masih lama.




Nah, kira-kira semakna dengan inilah maksud dari kata mutiara di atas. Kalau mengerjakan urusan akhirat (ibadah), maka kita harus serius dan bergegas. Sebab bisa jadi besok nyawa kita akan dicabut. Kalau nyawa kita benar-benar dicabut besok, dan sekarang kita serius beramal ibadah sebagai bekal di akhirat, mudah-mudahan kita bisa mati dalam keadaan husnul khotimah. Dan kita berharap pahala ibadah kita cukup sebagai bekal masuk Surga. Sedangkan untuk masalah dunia kita kerjakan santai saja. Jangan terlalu berambisi. Bekerja saja sesuai kebutuhan. Jangan berlebihan yang membuat kita lalai dari beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.




Nah, dari sedikit penjelasan ini jelaslah kekeliruan sebagian orang yang berpendapat, “Dalam masalah dunia dan akhirat kita harus fifty-fifty”. Sebab, dunia ini nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan akhirat. Kita tentu pernah mendengar sabda Rosululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam:


“Tidaklah dunia itu dibanding dengan akhirat melainkan bagaikan salah seorang dari kalian yang memasukkan jarinya ke dalam lautan.


Maka, perhatikanlah air yang menempel dijari itu!”


(HR. Muslim)




Beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam juga pernah bersabda:


“Seandainya dunia ini di sisi Alloh punya nilai setara dengan sebelah sayap nyamuk niscaya Alloh tidak akan memberi minum seorang kafir seteguk air pun.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan As-Syaikh Al-Albani rohimahullohdalam Ash-Shahihah no. 940)


Tatkala Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam lewat di sebuah pasar sementara orang-orang berada di sekitarnya, beliau melewati bangkai seekor anak kambing yang cacat telinganya. Beliau memegang telinga bangkai hewan tersebut, lalu berkata:


“Siapa di antara kalian ingin memiliki bangkai anak kambing ini dengan membayar satu dirham?”
“Kami tidak ingin memilikinya walau dengan membayar sedikit, karena apa yang akan kami perbuat dengannya?” jawab mereka yang ditanya.
Beliau kembali mengulang pertanyaannya, “Apakah kalian ingin bangkai anak kambing ini jadi milik kalian?”
“Demi Alloh, seandainya pun hewan ini masih hidup, ia cacat, telinganya kecil, apatah lagi ia sudah menjadi bangkai!” jawab mereka.
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maka demi Alloh, sungguh dunia ini lebih hina bagi Alloh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.”


(HR Muslim)


Jadi –sekali lagi- dunia ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan akhirat. Namun bukan berarti kita lantas meninggalkan dunia. Tidak! Tetap kita harus beramal di dunia ini. Namun kita harus ingat. Jangan kita jadikan dunia sebagai tujuan utama kita!


Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Alloh akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan (tidak pernah merasa cukup) selalu ada di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Alloh tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai niat (tujuan utama)nya maka Alloh akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan (selalu merasa cuku) ada dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“.


(HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan Syaikh al-Albani).


Namun sayang…


“Tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan duniawi.


Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.


(QS. Al’A’laa [ 87]: 16-17)